Kretek pertama dijual melalui apotek, sebagai obat. Seiring popularitas kretek, industri rumahan mulai bermunculan, memproduksi rokok kretek tangan. Sayangnya, Haji Jamhari meninggal sebelum dia bisa mendapatkan kekayaannya. Tinggal seorang warga Kudus lainnya, Nitisemito, untuk merevolusi industri kretek. Nitisemito berperan dalam mengubah lanskap kretek.
Disebut sebagai 'bapak industri kretek', Nitisemito meluncurkan merek bernama Bal Tiga, disertai dengan kampanye pemasaran inovatif yang belum pernah ada di Indonesia sebelumnya. Saat itu, rokok masih mentah buatan sendiri, lintingan tangan dibungkus kulit jagung.
Sebaliknya, Nitisemito menggunakan label yang dicetak di Jepang, dan menawarkan hadiah loyalitas promosi kepada pelanggan dengan imbalan paket kosong. Pelanggan dengan cepat memperhatikan. Sementara itu, Nitisemito mengembangkan sistem produksi yang disebut sistem abon. Berdasarkan perjanjian ini, Bal tiga menyediakan tembakau, cengkeh dan bahan baku lainnya kepada perantara, yang disebut 'abon', yang kemudian bertugas mengirimkan produk jadi ke perusahaan.
Bal Tiga kemudian membayar produk jadi sedikit demi sedikit. Sistem ini dengan cepat diadopsi oleh perusahaan kretek lain dan berlanjut hingga pertengahan abad kedua puluh, ketika perusahaan mulai mempekerjakan staf tetap sebagai cara untuk memastikan kualitas dan loyalitas. Meskipun Bal Tiga bangkrut pada tahun 1955 akibat Perang Dunia Kedua, praktik produksi yang dipelopori Nitisemito secara permanen mengubah skala manufaktur kretek dari industri rumahan menjadi produksi industri modern.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar